Kalau ditanya sudah siap menikah apa belum, mungkin kita bisa dengan percaya dirinya menjawab siap. Tapi kalau ditanya sudah berani atau belum, hm... sepertinya butuh berpikir dua kali untuk menjawabnya.
Seseorang menikah umumnya hanya ingin sekali seumur hidup. Menghabiskan sisa waktu bersama dengan orang yang paling kita cintai. Berbahagia dengan orang yang sudah kita pilih dan memilih kita jadi pasangan hidup. Dan menikah itu tak hanya butuh kesiapan tapi juga keberanian.
Akan Ada Masalah Baru Bermunculan Saat Menikah, Beranikah Menghadapinya?
Jelas akan ada banyak masalah dan konflik baru yang bermunculan ketika kita menikah nantinya. Sanggup dan beranikah kita untuk menghadapi dan menyelesaikannya? Pastinya memang tak akan mudah. Siap saja tak akan cukup jika tak ada keberanian untuk menghadapi semua persoalan yang akan menghadang nantinya.
Beranikah untuk Menyesuaikan Diri dengan Kehidupan Pernikahan?
Beranikah dan sanggupkah kita menyesuaikan diri dengan kehidupan pernikahan? Tak sekadar berani berjanji manis di mulut saja. Tapi benar-benar membuktikan diri kita mampu untuk beradaptasi dengan semua perubahan yang akan dihadapi saat menikah nanti. Susah senang, sedih bahagia, suka dukanya dijalani beriringan.
“I don't want to be married just to be married. I can't think of anything lonelier than spending the rest of my life with someone I can't talk to, or worse, someone I can't be silent with.”
― Mary Ann Shaffer, The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society
Butuh Keberanian Mengendalikan Ego Sendiri untuk Kebaikan Bersama
Setiap individu, masing-masing pasangan pasti punya ego sendiri-sendiri. Saat sudah menikah, kita tak bisa cuma menuruti ego dan kepentingan diri sendiri. Penting untuk bisa sama-sama berani keluar dari zona nyaman dan berusaha untuk saling beradaptasi. Memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing.
“A great marriage is not when the 'perfect couple' comes together. It is when an imperfect couple learns to enjoy their differences.”
― Dave Meurer
Untuk menikah, hal pertama yang diperlukan memang kesiapan diri. Tapi itu saja belum cukup. Butuh keberanian dan pembuktian diri untuk bisa menerima semua konsekuensi dari keputusan untuk menikah yang kita buat.
Memasuki gerbang pernikahan itu baru sebuah awal. Baru awal untuk perjalanan yang lebih panjang dan bisa jadi lebih sulit. Lalu, beranikah kita memperjuangkan setiap pilihan kita dan menjalani itu semua tanpa berkeluh kesah?